PALANGKA RAYA, Borneodaily.co.id – Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah nomor urut 02, Sugianto Sabran – Edy Pratowo unggul dalam perolehan suara Pilkada di Kabupaten Kotawaringin Barat atas pasangan calon nomor urut 01 Ben Brahim S Bahat – Ujang Iskandar.
Hal ini berdasarkan hasil rapat pleno yang dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum Kotawaringin Barat, Selasa 15 Desember 2020 sejak pukul 10.00 Wib hingga malam hari, pasangan Sugianto Sabran – Edy Pratowo memperoleh 62.499 suara, sedangkan pasangan Ben Brahim S Bahat – Ujang Iskandar memperoleh 50.869 suara.
M Seherman, salah seorang warga Kotawaringin Barat mengharapkan setelah Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah berakhir agar tidak terjadi konflik antar kelompok pendukung masing-masing pasangan calon.
‘’Hindari konflik sebagaimana pasca Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat tahun 2010 lalu antara Sugianto Sabran dan Ujang Iskandar yang kasusnya berujung sampai ke Mahkamah Konstitusi,’’ kata Emen kepada puluhan awak media di Palangka Raya, Rabu (16/12).
Emen panggilan akrabnya menengarai, pasangan Ben Brahim S Bahat – Ujang Iskandar kemungkinan akan melakukan protes atau gugatan ke Mahkamah Konstitusi terkait pasca Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah tahun 2020 tersebut. Karena itu dia menegaskan agar masyarakat Kotawaringin Barat khususnya dan Kalimantan Tengah harus menolak dijadikan saksi palsu, karena pada akhirnya saksi palsu akan menghadapi perkara sampai diproses secara pidana.
Emen mengakui dirinya bersama 68 warga lainnya pernah menjadi saksi salah satu paslon Pilkada Kotawaringin Barat tahun 2010 lalu. Dia bersama warga lainnya saat itu bersedia dijadikan saksi saat berperkara dengan Sugianto Sabran. Saat itu dia bersedia jadi saksi di Mahkamah Konstitusi karena paslon tersebut memberi jaminan dan mengiming-imingi seluruh kebutuhan saksi jika terjadi sesuatu, misalnya akan mempekerjakan anak-anak para saksi menjadi Pegawai Negeri Sipil, memberangkatkan para saksi yang beragama Islam untuk Ibadah Umrah ke Tanah Suci, memberangkatkan mereka yang beragama Kristen atau Katolik ke Yerussalem dan sebagainya.
Namun seperti diakui Emen dan Kusniyadi serta Ratna yang juga pernah menjadi saksi paslon, ternyata janji-janji tersebut tidak pernah dikabulkan.
‘’Sebaliknya beberapa diantara kami yang menjadi saksi saat di Mahkamah Konstitusi justru harus masuk penjara selama empat bulan saat menjalani proses sidang,” ungkap Emen.
Pada dasarnya, baik Emen, Kusniyadi maupun Ratna kepada wartawan menyatakan jangan ada lagi masyarakat yang mau menjadi saksi palsu.
“Cukup kami yang menderita selama menjadi saksi saat berperkara terkait masalah Pilkada,” tambah Kusniyadi. (van)