PALANGKA RAYA, borneodaily.co.id – Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah (Prov. Kalteng) menggelar Sidang Perdamaian Adat Dayak atau Basara Hai Maniring tuntang Manetes Hinting Bunu di Desa Bangkal Kabupaten Seruyan, bertempat di Aula Hindu Kaharingan Center Kota Palangka Raya, Jumat (19/4/2024).
Sidang dihadiri oleh Staf Ahli (Sahli) Gubernur Kalteng Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Yuas Elko bersama Unsur Forkopimda Prov. Kalteng, perwakilan Kepala Perangkat Daerah Prov. Kalteng terkait, Majelis Kerapatan Mantir Basara Hai dan Let Perdamaian Adat Dayak Maniring tuntang Manetes Hinting Bunu di Desa Bangkal Kabupaten Seruyan, serta Mantir, Damang dan Warga Desa Bangkal.
Sahli Gubernur Yuas Elko usai mengikuti sidang saat dimintai tanggapan oleh awak media terkait penyelesaian permasalahan yang terjadi di Desa Bangkal Kabupaten Seruyan beberapa bulan lalu menyampaikan dengan digelarnya sidang adat, Pemprov Kalteng mengapresiasi penyelesaian masalah oleh DAD Kalteng tersebut.
“Pemprov Kalteng sangat mengapresiasi karena DAD merupakan bagian daripada hukum adat yang diterapkan di Prov. Kalteng agar permasalahan yang menyangkut pihak terkait dapat terselesaikan secara aman dan damai serta dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak,” tutur Yuas Elko.
“Mudah-mudahan bisa menjadi salah satu alternatif untuk menyelesaikan konflik-konflik yang banyak terjadi khususnya di Kalteng,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris DAD Kalteng Yulindra Dedy saat membacakan sambutan tertulis Ketua Umum DAD Kalteng mengatakan upaya penyelesaian permasalahan yang terjadi di Desa Bangkal Kabupayen Seruyan beberapa bulan yang lalu menjadi salah satu perhatian serius bagi kelembagaan Adat Dayak di Kalteng, untuk menjaga dan memelihara keseimbangan dalam hubungan yang harmonis antara manusia dan Tuhan/Leluhur, manusia dengan alam, dan manusia dengan sesamanya yang dalam budaya Dayak disebut Belum Behadat/ Hidup Beradat. Hal ini sejalan dengan asas umum peradilan Adat Dayak di Prov. Kalteng yang adalah menguatkan harmoni sosial berdasarkan falsafah Belum Behadat secara musyawarah untuk mencapai mufakat dengan semangat budaya Betang demi tercapainya perdamaian dan kedamaian melalui Lembaga Kedamangan Adat yang dibantu oleh kerapatan Mantir perdamaian Adat atau Let Adat.
Lebih lanjut Dedy menyampaikan ada 4 (empat) pilar yang menjadi Soko Guru Tegaknya Budaya Betang yaitu jujur, setara, kekeluargaan dan abdi/taat hukum.
“Guna mewujudkan perdamaian dari pihak yang bersengketa, dalam kesempatan yang baik ini kami menyampaikan hormat dan terima kasih kepada para pihak baik keluarga yang terluka akibat konflik, pihak perusahaan dan aparat kepolisian dengan tulus hati untuk duduk bermusyawarah dan bermufakat untuk menyelesaikan permasalahan dengan mengedepankan prinsip Belum Behadat dan Filosofi Huma Betang,” pungkasnya. (red)