JAKARTA, BorneoDaily.co.id — Menanggapi peretasan terhadap akun komunikasi dari awak media Narasi pimpinan Najwa Shihab, Direktur Laboratorium Pendidikan Demokrasi Public Virtue Research Institute (PVRI) Ainun Dwiyanti menyatakan, praktik peretasan dan ancaman yang dialami oleh awak media Narasi menunjukkan gejala semakin berkembangnya ancaman terhadap kebebasan media di Indonesia.
“Kami prihatin atas kasus peretasan yang dialami awak media Narasi. Peretasan ini menjadi kenyataan berbahaya bagi kebebasan dan kehidupan demokrasi di ranah digital,” kata Ainun Dwiyanti.
Dijelaskan, dibiarkannya kasus ini tanpa penindakan pelaku menambah contoh buruk bagi perlindungan jurnalis dan warga pengguna jasa telekomunikasi di Indonesia. Sehingga, pemerintah dan kepolisian mesti segera mengusut praktik-praktik kekerasan digital semacam ini.
”Pengusutan secara tuntas dapat memberikan efek jera bagi para pelaku dan menjadi contoh baik terhadap perlindungan dan pendidikan demokrasi di Indonesia. Bukan hanya negara, tapi juga penyelenggara jasa telekomunikasi harus ikut mendorong kebebasan media di Indonesia,” jelas Ainun.
Perkembangan teknologi digital seharusnya membuka peluang besar bagi jurnalis dan kebebasan media, termasuk memunculkan terobosan liputan investigasi , kolaborasi lintas batas, pengecekan fakta, dan akses atas kekayaan data dan sumber.
“Bukan malah menjadi medium untuk mengekang dan memperluas ancaman terhadap jurnalis dan warga yang kritis,” imbuhnya.
Sampai hari ini, berdasarkan data yang dirangkum oleh PVRI sejak bulan Januari 2021 hingga bulan September 2022, serangan digital menjadi jenis kekerasan kedua terbanyak yang diterima oleh jurnalis Indonesia dengan jumlah laporan sebanyak 13 kasus.
Public Virtue sendiri menerima informasi bahwa sebanyak lebih dari 30 orang pekerja dan mantan pekerja jurnalistik dari Narasi telah menjadi korban peretasan. Peretasan yang terjadi berupa pengubahan nomor telepon ke kartu SIM Baru untuk mengambil alih akses media sosial dari sasaran.
Metode pengamanan melalui OTP yang biasanya terkirim ke ponsel target melalui SMS juga tidak bekerja secara normal. Selain itu, peretasan terjadi terhadap sejumlah akun pribadi Whatsapp, Telegram dan Facebook dari awak media Narasi.
Cara peretasan seperti ini tidak mungkin terjadi tanpa adanya keterlibatan aparat negara dan penyelenggara jasa tele komunikasi. Karenanya Public Virtue menduga terdapat indikasi kuat adanya oknum aparat keamanan berada di balik peretasan atas akun-akun yang dimiliki dan digunakan oleh awak media Narasi. (red)