Palangka Raya, Borneodaily.co.id – Debat perdana Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah tahun 2020 yang berlangsung pada Sabtu (07/10/2020) menyisakan sejumlah catatan.
Pada debat perdana ini, dua calon gubernur dan wakil gubernur, nomor urut 01 Ben Brahim – Ujang Iskandar, dan pasangan nomor urut 02 Sugianto Sabran – Edy Pratowo, dihadirkan untuk beradu argumentasi terkait tema memperkokoh persatuan dan kesatuan serta pemerataan pembangunan dan penanganan Covid-19 di Provinsi Kalimantan Tengah.
Tema tersebut merupakan bentuk komitmen pasangan calon dan seluruh elemen masyarakat untuk selalu menjaga persatuan dan kesatuan serta keamanan dan menghindari ancaman covid-19 selama pelaksanaan Pilkada Kalteng tahun 2020.
Sejumlah catatan muncul atas penyelenggaraan debat tersebut, mulai dari teknis, hingga substansi debat.
Catatan-catatan ini dikaji dan dibahas oleh Tim Litbang Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Kalimantan Tengah, Minggu (08/10/2020).
Berikut sejumlah catatan itu :
Jumlah pendukung yang hadir
Karena dalam suasana pandemik covid-19, alhasil jalannya debat kandidat berlangsung kurang meriah seperti layaknya pelaksanaan debat-debat pilkada gubernur dan wakil gubernur sebelumnya. Hal ini karena protokol kesehatan yang membatasi jumlah simpatisan untuk menghadiri debat sehingga tidak ada sorak sorainya.
Dalam debat tersebut, tamu undangan KPUD Kalteng hanya dari kalangan akademisi dan profesional yang bergerak di bidang yang berkaitan dengan tema debat perdana.
Sementara, tamu undangan kandidat adalah tim kampanye, elite parpol, hingga politisi pendukung.
Peran panelis
Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Kalteng H. Tantawi Jauhari mengusulkan pada debat kedua nanti yang akan diikuti para pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Kalteng, agar pertanyaan yang dibuat dan disusun oleh para panelis lebih substansial lagi. Pertanyaan lebih menukik ke permasalahan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Sehingga masyarakat merasa apa yang menjadi kesulitan mereka selama ini betul-betul direspon oleh para calon. Selanjutnya, jawaban dari para calon menjadi bahan untuk menentukan pilihan.
“Inilah substansi debat yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak seperti yang terjadi selama ini atau yang berlangsung pada debat perdana, dimana para calon disuguhkan pertanyaan yang kurang membumi. Pertanyaan mengawang-awang. Jauh dari apa yang diharapkan oleh masyarakat untuk menjawab banyak permasalahan mereka. Kami menilai pertanyaan panelis kadang-kadang tidak aktual. Keliatan dicanggihkan, padahal belum tentu penting, ” ujar H.Awi—panggilan akrabnya kepada jurnalborneo.co.id, kemarin.
Menurut Awi, pertanyaan dari panelis yang diberikan pada debat perdana kurang bisa ditangkap oleh masyarakat. Oleh karena itu, pada debat kedua selanjutnya, kedua calon diharapkan menerima pertanyaan yang bisa untuk saling berargumentasi dan menyampaikan visi serta misinya secara detail dan rinci lagi.
Detail “serangan pribadi”
Sekretaris IJTI Kalteng, Imam M. Mangkunegara, mengatakan, KPU perlu membuat penegasan mengenai definisi ‘serangan pribadi’ cagub dan cawagub Kalteng terhadap lawan debat.
Menurut Imam, larangan menyerang pribadi lawan telah dituangkan dalam tata tertib debat. Tetapi, belum ada definisi yang jelas mengenai ‘serangan pribadi’ itu sendiri.
Oleh karena itu, harus dibuat batasan-batasan pasti mengenai terminologi ‘serangan pribadi’. Karena larangan menyerang pribadi lawan tak tertuang dalam peraturan perundang-undangan.
Disebutkannya, dalam Pasal 280 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye dilarang menghina seseorang, suku, ras, agama, golongan, calon dan atau peserta pemilu yang lain. Pasal ini harus dijelaskan secara rinci lagi definisinya seperti apa.
“Polemik ‘serangan pribadi’ ini muncul dalam berbagai platform media sosial usai debat perdana pasangan cagub dan cawagub Kalteng. Hingga saat ini sejumlah pihak khususnya penyelenggara pemilu, belum bisa memastikan, apakah polemik pertanyaan-pertanyaan dalam debat perdana bisa disebut sebagai ‘serangan pribadi’ atau tidak,”ujar Imam.
Substansi debat
Kajian Tim menilai, akibat pertanyaan panelis yang kurang menukik, kedua pasangan calon kurang leluasa memberikan jawaban terkait tema yang diusung pada debat perdana.
Jawaban-jawaban para pasangan calon sebenarnya mulai substantif. Muncul konstruksi yang lebih konseptual dari para calon. Tapi lagi-lagi pertanyaan panelis terlalu normative. Para cagub juga mengalami keterbatasan waktu untuk menjawab berbagai pertanyaan dari panelis. Sementara, tema yang diangkat dalam debat begitu luas bahasannya dan belum tentu dipahami masyarakat awam. tim