PALANGKA RAYA, Borneodaily.co.id – Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah (Dinkes Prov. Kalteng) menggelar kegiatan Orientasi Skrining Intervensi Hasil Skrining Kesehatan Jiwa dan Napza Bagi Pengelola Kesehatan Jiwa di Kabupaten/Kota se-Kalimantan Tengah, bertempat di Swiss-Belhotel Danum Palangka Raya, Selasa (20/8/2024). Kegiatan dibuka secara langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Suyuti Syamsul.
Dalam sambutannya, Suyuti Syamsul mengatakan kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Individu dikatakan sehat dan sejahtera apabila memiliki kesehatan dan kesejahteraan secara paripurna yaitu keadaan yang sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial.
“Kesehatan jiwa adalah bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari kesehatan dan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas hidup manusia yang utuh. Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial,” katanya.
Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia Tahun 2023, masalah kesehatan jiwa pada penduduk ≥ 15 tahun yang dinilai dengan menggunakan SRQ masih cukup tinggi, yaitu sebesar 2% dan sebanyak 0,25% diantaranya mempunyai pikiran mengakhiri hidup dalam satu bulan terakhir. Prevalensi depresi di Indonesia pada penduduk umur ≥15 tahun sebesar 1,4% dengan prevalensi depresi paling tinggi ada pada kelompok usia 15-24 tahun, yaitu sebesar 2%, kemudian diikuti lansia 1,9%.
“Depresi merupakan penyebab bunuh diri yang cukup tinggi. Walaupun memiliki prevalensi depresi tertinggi, kelompok anak muda yang mencari pengobatan masih rendah yaitu hanya 10,4%. Data SKI 2023 juga menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki ART dengan gangguan jiwa psikosis atau skizofrenia berdasarkan gejala dan diagnosis sebesar 3% dan 6,6% diantaranya pernah dipasung,” tambahnya.
Di Indonesia, survey lainnya terkait gangguan penggunaan NAPZA yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Pusat Statistika (BPS) di tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi setahun terakhir penyalahgunaan NAPZA meningkat menjadi 1,95% atau hampir 3,7 juta jiwa penduduk di Indonesia melakukan penyalahgunaan NAPZA.
Menurutnya, permasalahan kesehatan jiwa ini tentunya mengakibatkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dimana total pembiayaan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut dari tahun 2016 – 2020 sebesar 2,6 triliun.
Selain itu permasalahan kesehatan jiwa ini juga mengakibatkan penurunan produktivitas bagi individu yang mengalami permasalahan kesehatan jiwa maupun keluarganya.
“Kementerian Kesehatan melakukan terobosan dan inovasi sistem kesehatan dalam rangka percepatan pencapaian pembangunan kesehatan, perubahan Renstra Kementerian Kesehatan merupakan aspek yang harus dilakukan sebagai rumusan operasional dari konsep transformasi kesehatan tersebut,” jelasnya.
“Upaya promotif kesehatan jiwa yang tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan Jiwa Pasal 75 menekankan bahwa upaya kesehatan jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat,” tutupnya. (red)