PALANGKA RAYA. Borneodaily.co.id — Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Tengah (Kalteng) bersinergi dengan para pendidik di sekolah dasar dan menengah untuk menangkal masivnya nilai-nilai intoleransi dan radikalisme yang marak disusupkan melalui sekolah-sekolah.
Bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, pengurus FKPT Kalteng menggelar kegiatan Training of Trainer (ToT) dengan sasaran 100 guru tingkat SD hingga SMA sederajat, di Kota Palangka Raya, Jumat (5/8/2022) pagi hingga sore, di Aula Palangka Universitas Palangka Raya.
Hadir dalam kesempatan tersebut berbagai unsur stakeholder terkait, antara lain Plt. Kepala Bakesbangpol Provinsi Kalteng, Kanwil Kemenag Kalteng dan Kota Palangka Raya, Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng dan Kota Palangka Raya, Korem 102 Pjg, Polda Kalteng, BINDA Kalteng, Satgas wilayah Densus 88, FKUB Kalteng, dan lainnya. Kegiatan dibuka Staf Ahki Gubernur, Suhaemi.
“Melalui ToT diharapkan nantinya dapat menjadikan guru sebagai pelopor moderasi beragama di lingkungan sekolah. Dimana moderasi beragama sebagai upaya untuk senantiasa menjaga agar seberagam apapun tafsir dan pemahaman terhadap agama, jangan dijadikan alat untuk membenci atau menjustifikasi yang lain salah,” kata Ketua FKPT Kalteng, Khairill Anwar.
Khairil mengatakan, kegiatan melibatkan guru ini, amat penting memperkuat moderasi beragama karena Kalteng pernah ungkapkan hasil penelitian FKPT Kalteng beberapa tahun lalu, ternyata potensi terseret radikalismenya urutan ke 4. Kalteng secara potensi nasional berada dibelakang Provinsi Aceh, Sumatera Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Ia menyampaikan tingginya potensi radikalisme Kalteng dipicu oleh lemahnya literasi digital, mudah tergiring opini, sehingga komentarnya sebagian publik setuju (narasi radikal) saat membaca konten dunia maya. Pun begitu, Kebanyakan masyarakat langsung membagikan informasi tanpa menyaringnya terlebih dahulu.
Ketua Bidang Agama, Sosial Ekonomi dan Budaya pada FKPT Kalteng, M. Roziqin menyebutkan, masyarakat saat ini banyak disuguhi informasi dengan narasi yang tidak konstruktif, bertebaran konten-konten di platform digital termasuk media sosial. Hal tersebut, harusnya perlu penyaringan agar tidak mudah dikonsumsi begitu saja tanpa filter.
Sebab materinya tidak saja disinformasi dan miss informasi, tetapi sangat mungkin menjurus ke narasi negatif misalnya ujaran kebencian berlatar SARA, bulliying, persekusi, dan menghakimi. Bahkan tak jarang membawa penggalan ayat suci sebagai bahan justifikasi.
“Di dunia pendidikan, peran ini setidaknya menjadi beban dan tanggungjawab moral para guru untuk mengingatkan, meluruskan narasi yang tidak baik tadi, sehingga anak didik mendapatkan pemahaman yang benar dan berimbang,” terang Roziqin.
Guru sebagai orangtua kedua diluar rumah, lanjut dia, harus siap berperan sebagai tumpuan klarifikasi, tempat mengadu para siswa, harus memiliki wawasan yang luas dan bijak. Bahkan saat ini, indoktrinasi bibit radikalisme dan terorisme, menggunakan jalur medsos dan menargetkan usia pelajar.
Moderasi beragama, harus ditekankan sebagai model pemahaman dan sikap yang berada di tengah-tengah (wasathan), toleransi terhadap perbedaan pendapat yang lain, tidak memaksakan tafsir kebenaran tunggal seakan yang lain salah semua.
“Nah momen kali ini, FKPT Kalteng menyuguhkan kegiatan untuk menghadirkan wawasan kepada guru, baik guru agama, guru Bimbingan Konseling, dan Kepala Sekolah selaku pembuat kebijakan di sekolah masing-masing, dari tingkat SD hingg SMA sederajat,” tutur Roziqin yang juga didaulat menjadi moderator dalam dua sesi seminar BNPT dan FKPT tersebut.
Dalam kegiatan ini, menghadirkan tiga narasumber, dua dari unsur nasional dan satu lokal. Muhammad Makmun Rasyid, M.Ag Deputi isu sosial di CICSR berbicara tentang strategi pencegahan Terorisme di Indonesia.
Narasumber kedua, Dr. Abdul Helim, M.Ag berbicara tentang Pencegahan terorisme berbasis pemahaman Agama, sosial, dan budaya. Dan Narasumber ketiga adalah Ahmad Budiman, M.Pd guru SMK Adi Luhur Jakarta, berbicara terkait pelatihan menjadi pelopor moderasi beragama di sekolah.
“Kegiatan ini sekaligus dalam rangka memotivasi para guru agar semakin kreatif membuat bahan ajar, dgn tema saling menghormati keberagaman dan penguatan moderasi dalam beragama. Terus berinovasi dalam model pembelajaran,” tutupnya. (red)