Palangka Raya, Borneodaily.co.id-Rotan adalah salah satu komoditas unggulan dari hasil perkebunan masyarakat Desa Babai, Kecamatan Karau Kuala, Kabupaten Barito Selatan.
Potensi rotan di Desa Babai sangat melimpah. Desa ini merupakan sentra utama produsen rotan terbesar di kawasan DAS Barito. Dimana masyarakat lokal banyak yang bergantung pada hasil rotan sebagai mata pencaharian sehari-hari.
Tapi, sejak adanya pelarangan ekspor jenis rotan mentah, rotan asalan, dan jenis rotan setengah jadi, justru menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian masyarakat. Khususnya petani dan pengolah rotan Desa Babai.
Ribuan masyarakat pekerja dan petani rotan terpaksa, mencari pekerjaan lain, menjadi buruh di perkebunan karet, sawit, tambang batubara dan lainnya, semua itu akibat harga dan permintaan rotan anjlok.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan antara kebijakan yang ditujukan Pemerintah melalui larangan ekspor rotan dengan realita di Kalimantan Tengah.
Pasalnya, di satu sisi Pemerintah ingin menjamin ketersediaan bahan baku untuk industri dalam negeri, namun di sisi lain dari kapasitas rotan Kalimantan yang dihasilkan hanya sedikit yang mampu diserap oleh pasar lokal.
Hal tersebut diungkapkan Tokoh Masyarakat Desa Babai H. Abdul Gani, disela-sela kampanye Cawagub H. Edy Pratowo di Desa Babai, Kamis (26/11/20).
H. Gani berharap ada dialog serius yang bertujuan untuk memetakan kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh petani dan pengusaha rotan serta untuk mendiskusikan upaya atau kebijakan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan usaha rotan.
Lebih lanjut H. Gani—sapaan akrabnya, mengatakan, persentase penyerapan rotan Kalimantan di dalam negeri, diperkirakan hanya sebesar 30% saja. “Yang menjadi pertanyaan, mau dikemanakan yang 70%, masa ditaruh begitu saja di hutan”, tandas Gani.
Fenomena ini, sebut Gani, menyebabkan harga rotan menjadi anjlok, sedangkan jika dijual ke luar negeri harga rotan tersebut jauh lebih tinggi. Gani membenarkan potensi devisa ekspor rotan yang sangat tinggi, dari 1 kontainer 40ft saja, bisa menghasilkan devisa 5-6 miliar rupiah.
Informasi lain yang dihimpun borneodaily.co.id, menyebutkan, tingginya permintaan dan harga dari luar negeri ini diduga justru mendorong adanya ekspor ilegal.
Situasi saat ini justru dimanfaatkan oleh “sindikat” yang mengambil keuntungan dari adanya larangan ekspor oleh Pemerintah.
“Rotan kita tetap keluar, kemudian dilabeli buatan Singapura untuk kemudian dijual ke Eropa dan Amerika, negara tidak dapat apa-apa,”ungkap sumber.
Ditinjau dari aspek lingkungan dan upaya menjaga kesinambungan hasil rotan, petani rotan di Babai, Barito Selatan menyampaikan adanya persepsi yang salah bahwa memanen rotan akan merusak hutan dan memusnahkan rotan.
Faktanya, rotan tersebut dibudidayakan dan apabila rutin dipanen akan tumbuh tunas-tunas baru dalam waktu kurang lebih seminggu.
Tumbuh rambatnya rotan tergantung dari tegaknya hutan. Dengan kata lain hutan diperlukan untuk keberlangsungan rotan, rotan tidak bisa tumbuh tanpa tumbuhan induk.
Dengan kondisi ini, H. Gani menyebutkan ini tantangan dan pekerjaan rumah (PR) bagi Pemerintah Provinsi Kalteng kedepan—khususnya Cagub H. Sugianto Sabran dan Cawagub H. Edy Pratowo, untuk bisa hadir memberikan upaya solusi yang memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, terkhusus petani dan pengolah rotan. Rotan merupakan potensi unggulan daerah bahkan nasional, yang perlu menjadi perhatian bersama.
“Perlu adanya sinergi Pemerintah baik pusat maupun daerah agar bisa mewujudkan relaksasi kebijakan di bidang rotan. Misanya, mengatur Tata Niaga yang menguntungkan semua pihak. Berbagai upaya bisa dikomunikasikan bersama untuk mendukung adanya relaksasi ini. Pemerintah Daerah mempunyai peran penting dalam memajukan ekonomi daerah berbasis produk rotan tersebut,”urai Gani.
Menurut Gani, diperlukan adanya goodwill dari pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi ini. Semua pihak pada dasarnya dapat saling bersinergi dalam peningkatan industri rotan.
“Petani dan pengusaha rotan juga memerlukan dukungan berbagai pihak lainnya agar industri rotan dapat terus berkembang, misal dari segi pembiayaan dan infrastruktur. Dengan adanya sinergi dan dukungan berbagai pihak, hal ini diharapkan bisa menjadi solusi kebijakan yang berdampak positif melalui peningkatan devisa ekspor, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan perekonomian masyarakat,”pungkasnya.*